Senin, 25 Oktober 2010

PEMULUNG

”Maaf pemulung,peminta sumbangan dilarang masuk dikompleks ini”. Kalimat ini sering kita temui didepan komplek perumahan dikota maupun dipinggiran kota. Kalimat ini seakan akan menyiratkan bahwa pemulung adalah orang orang yang tidak bisa diterima atau bahkan dicurigai keberadaannya.
Dalam kesibukan kota setiap hari mulai dari pagi hingga malam, kita selalu mendapati bahwa pemulung tidak pernah istirahat menjalankan profesinya. Mereka memelototi setiap jengkal tanah, baik dipinggir jalan raya, dihalaman rumah,kantor,warung,rumah makan apalagi ditempat penampungan sampah warga. Mereka dengan alat seadanya berupa pengait besi atau kawat, karung atau gerobak menyisiri jalan dan gang sampai dikampung kampung mencari sampah apa saja yang sekiranya laku dijual.
Sampah sampah yang paling dicari karena laku antara lain gelas dan botol plastic,kardus atau karton,kertas Koran,besi atau seng dan kaleng kaleng bekas cat. Sampah sampah itu dipilah pilah kemudian dijual kepenampungan yang lokasinya tersebar diberbagai tempat seantero kota.
Pemerintah memang memiliki armada angkutan sampah dengan awaknya untuk mengumpulkan sampah dari lokasi penampungan atau pembuangan sampah warga yang disediakan oleh pemerintah. Tugas mereka hanya memindahkan sampah sampah tadi ketempat pembuangan akhir. Mereka tidak memiliki beban tugas untuk memungut sampah yang berceceran dipinggir jalan, dihalaman rumah,toko,restorant ataupun kantor kantor. Apalagi sampah hasil kegiatan masal seperti pesta perkawinan,pameran,kampanye,pawai, dll.
Belum lagi sampah sampah yang dibuang oleh orang orang yang kurang bertanggung jawab dari bus, angkot dan bahkan mobil pribadi yang pasti berceceran dijalan dan akhirnya mengotori jalan raya.
Para pemulung dengan tekun menyusuri jalan jalan tersebut dan memungut semua barang buangan itu dengan sabar dan tanpa rasa jijik sedikitpun. Karena tidak tertutup kemungkinan sampah buangan itu telah dipergunakan untuk menampung barang yang kotor dan menjijikan seperti (maaf ) ludah,dahak bahkan mutahan dari penumpang yang mabuk didalam kendaraan.
Siapa yang peduli dan ingat sama mereka ini? Mungkin hampir tidak ada yang memperhatikan peran mereka dalam membersihkan kotoran berupa sampah tadi. Jika seorang pemulung pria dengan sebuah gerobak dorong dalam sehari mampu mengumpulkan sampah berupa kartas bekas 5 kg, kardus bekas 5 kg, botol plastic 5 kg, gelas plastic 5 kg dan bahan bahan lain setara 5 kg, berapa banyak sampah yang sudah terangkut jika dalam satu wilayah tertentu beroperasi lima orang pemulung. Dapat dibayangkan peran sertanya dalam memelihara kebersihan lingkungan hidup.
Kota kota peraih adipura untuk kebersihan dan keindahan kota membuat sejenis showwindow dikotanya masing masing untuk ditampilkan sebagai wajah kota.Biasanya sekitar jalan raya utama,pusat perbelanjaan atau perkantoran dan taman taman kota. Tempat tempat itu biasanya dipoles sedemikian rupa agar terlihat indah,asri dan berbudaya dalam arti orang tidak akan membuang sampah sembarang,tidak membuang puntung rokok sembarangan bahkan tidak meludah sembarangan. Tempat penampungan sampah disediakan berjejer rapi, dicat mencolok dan diberi label yang jelas terbaca. Tetapi diluar tempat tempat itu dikerjakan secara apa adanya bahkan sampah dan kotoran disembunyikan didalam semak semak dipinggir jalan untuk sekedar tidak kelihatan secara kasat mata.
Saya rasa sudah saatnya dan pada tempatnya jika pemerintah kota/kabupaten member perhatian juga kepada`para pemulung ini supaya mereka bekerja lebih bermartabat dan merasa dimanusiakan.
Pertama, Komplek komplek perumahan diminta untuk tidak memasang larangan tanda dilarang masuk bagi para pemulung. Untuk menghindari terjadinya hal hal yang kurang baik seperti pencurian, dapat ditempuh cara memberi tanda pengenal bagi pemulung.
Kedua, Pemerintah memberi bantuan Cuma Cuma peralatan kerja berupa gerobak dorong, sarung tangan yang bisa dicuci,sepatu lars, masker penutup hidung minimal satu kali setahun.
Perlu kita ingat bahwa dalam situasi dimana lapangan pekerjaan semakin sulit serta ditambah lagi pendidikan yang semakin mahal bagi rakyat kecil, maka sector non formal ini merupakan jaring pengaman yang dapat memberikan lapangan pekerjaan serta penghasilan yang memadai. Tersedianya pekerjaan ini akan berdampak bagi kehidupan warung warung kecil, penjual tahu tempe gorengan, penjual jamu, penjual pentol bakso sebagai makanan rakyat kecil yang murah meriah dan terjangkau.
Karena jika kamu memberi segelas air putih sekalipun untuk orang orang kecil ini, engkau seolah –olah telah melakukannya untuk Tuhan.
Semoga.

3 komentar:

  1. Setuju.
    Lebih2 diangkat(diakui) sebagai petugas kebersihan kota dibekali peralatan yg cukup sehingga kerjanya bukan cuma mengambil(memilih) barang bekas yg menjadi target pilihannya, namun juga mengangkut sampah di tempat-tempat pemukiman.
    Masalahnya Pemkot/Pemda rela nggak mengalokasikan anggaran untuk memperhatikan para pemulung.

    BalasHapus
  2. Setuju juga sih....Dari positifnya sangat setuju mereka diberi ketrampilan ato dibina, termasuk bagaimana cara menyimpan krn disekitar tempat tinggalnya jg akan memberi dampak kumuh, negatifnya bila dilihat rmh tdk ada pemiliknya ditemp cucian panci2alat2 plastik ditumbuk,memang tdk smua sih tapi mau ga ya pemko/pemda menganggarkan kata sapur

    BalasHapus
  3. Punya hati seperti pemulung, mengambil sampah dan libah yang bukan berasal dari aktifitasnya namun selalu dipandang rendah...tapi tetap setia akan pekerjaannya...belajar menyatakan kasih Tuhan dalam hidup kita berarti salah satu wujud nyatanya belajar menghormati pekerjaan orang lain termasuk pemulung...Tuhan memberkati...

    BalasHapus