Senin, 15 November 2010

LIKA LIKU STUDY BANDING

Seorang teman mantan pegawai negeri sipil didaerah, bercerita pernah merasakan keinginan yang kuat untuk bisa ikut dalam sebuah study banding yang dilaksanakan oleh instansi tempat nya bertugas atau instansi dimana ia memiliki hubungan kerja. Keinginan yang begitu kuat itu bukan karena ingin memperoleh tambahan pengetahuan untuk diterapkan dalam tugas nantinya, tetapi lebih disebabkan oleh keinginan untuk melihat negeri orang dan menikmati fasilitas yang belum pernah dinikmatinya seperti naik pesawat terbang, menginap dihotel berbintang, minum dikafe atau makan direstoran mewah dan hiburan – hiburan yang belum pernah dirasakannya.
Hasrat besar PNS itu juga rupanya ada didalam diri anggota Dewan Perwakilan Rakyat baik pusat maupun daerah yang sebenarnya adalah orang-orang yang telah memiliki tingkat hidup diatas rata rata PNS dan rakyat kebanyakan. Namun gejolak untuk bisa jalan jalan keluar daerah atau keluar negeri cukup besar karena inilah kesempatan baik yang harus dimanfaatkan dengan sebaik baiknya. Siapa yang bisa menjamin kalau dalam pemilihan mendatang bisa duduk lagi dikursi nan empuk itu. Jadi mumpung ada kesempatan, maka baiklah waktu yang ada ini digunakan untuk berpiknik ria dinegeri seberang yang mungkin tidak ada lagi kesempatan dimasa datang.
Penyakit study banding yang menghinggapi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD ) dibungkus alasan formal ingin menggali pengalaman Pemda lain dalam mengelola sesuatu objek misalnya pengelolaan perparkiran, taman kota, kebersihan kota, pasar rakyat,atau pariwisata dan banyak objek lainnya, maka disusunlah sebuah rencana study banding misalnya ke Jogja atau Bali atau Bandung, Jakarta,Manado,Medan,Padang,Balikpapan dan sebagainya. Yang menjadi tanda tanya kenapa objek study banding anggota DPRD atau pun aparat Pemda lebih suka memilih jogja, bali,Jakarta,bandung untuk study banding. Apakah memang kota atau Pemda setempat memang memiliki kelebihan yang patut jadi acuan ? Jawaban sementara adalah karena kota kota itu mempunyai daya tarik tersendiri. Misal Bali karena terkenal dengan objek wisatanya . Jakarta atau Bandung dipilih karena kedua tempat itu sesak dengan tempat hiburan pemuas mata dan telinga atau yang lainnya. Pendek kata study banding adalah alasan yang tepat untuk melihat dan sekaligus menikmati apapun yang bisa dengan gratis karena dibekali oleh Negara atau Daerah. Begitu pula dengan anggota DPR pusat, study banding keluar negeri tentu memilih kota atau Negara – Negara yang hebat walaupun tidak sesuai dengan objek study banding.
Itulah sebabnya jika tugas pokok sudah dapat dilaksanakan misalnya pertemuan singkat dengan Pemda atau Instansi terkait dengan objek study banding yang mungkin sekitar 2 – 3 jam pertemuan, maka bak panah lepas dari busurnya. Masing masing personil mulai mencari informasi tempat mana yang layak untuk dikunjungi, baik sendiri sendiri maupun berkelompok dua tiga orang yang sama seleranya. Tidak heran ketika kembali kehotel dengan segera jemputan taksi menempati posisi di halaman hotel dan kemudian membawa anggota study banding kemanapun mereka kehendaki.
Bagaimana nasibnya dengan materi study banding? Ah itu mudah saja, minta brosur dan peraturan yang ada atau buku buku yang kebetulan sudah diterbitkan oleh instansi tertentu dan serahkan kepada ketua tim untuk dibawa pulang. Nanti untuk pembuatan laporan sudah ada formatnya, tinggal isi sesuai dengan kebutuhan oleh stap yang kebetulan juga ikut study banding. Tentunya stap akan sangat senang jika dibawa study banding karena ia juga punya selera yang mirip atau sudah dibentuk seleranya sama dengan para anggota dewan tersebut.
Laporan tinggal laporan, bisa diarsipkan dengan baik, foto foto dokumentasi pertemuan sejenak itupun diarsipkan dengan baik yang isinya sudah bisa diduga, yaitu foto sambutan ketua tim / rombongan, sambutan tuan rumah, penyerahan cindera mata dan satu dua foto pembicara saat diskusi / pertemuan dilaksanakan.
Apakah hasil study banding bisa diterapkan ? sebenarnya ada yang bisa tetapi banyak yang tidak bisa karena memang situasi dan kondisi, berbeda baik social, fisik,ekonomi dan budaya atau sumberdaya lainnya. Akhirnya study banding tinggal study banding, dan ada kemungkinan study banding yang sama (misalnya perparkiran ) dengan tempat yang sama akan dilakukan lagi oleh komisi atau fraksi lain di Dewan tersebut, Cuma dibedakan dalam stressing atau titik perhatiannya. Kalau fraksi yang satu dari sudut pendapatan untuk mengisi kas daerah tetapi fraksi yang satunya mengenai pertisipasi swasta dalam pengelolaan perparkiran. Untuk objek yang tumpang tindih ini, tidak ada yang terlalu peduli karena yang penting bukan tujuannya tetapi efek sampingnya.
Lalu bagaimana dengan anggaran, apakah daerah atau pemerintah meyediakan dana untuk memenuhi semua kebutuhan perjalanan study banding ini ? Secara normative sudah terpenuhi, misalnya tiket pesawat pp, taksi airport – ke kota pp, biaya penginapan hotel, uang harian atau lumpsum. Tapi itukan jumlahnya tidak seberapa, sedangkan untuk biaya hiburan tidak tersedia. Lalu bagaimana menyikapinya? Yang paling sederhana adalah mengajak partner setiap komisi atau fraksi untuk ikut study banding. Setiap partner yaitu instansi pemerintah, swasta atau BUMN/D diminta partisipasi untuk membantu keberangkatan rombongan sudy banding. Jumlahnya bisa dirundingkan sesuai situasi dan kondisi instansi yang bersangkutan. Untuk partner kerja, bisa ikut dalam study banding atau bisa juga tidak ikut, tergantung pimpinan masing masing.
Begitulah ceritanya, sehingga tidak heran ditengah tengah masyarakat terdengar kencang suara suara menentang study banding yang dilakukan oleh anggota dewan, baik pusat maupun daerah karena memang lebih banyak sia sia daripada hasil yang diperoleh. Hasil disini dalam pengertian untuk meningkatkan kemakmurann rakyat,bukan kemakmuran anggota dewan.
Akhirnya semua terpulang kepada hati nurani para pemimpin kita, apakah mereka masih memilikinya atau sudah menutupnya sehingga tidak ada rasa lagi walaupun ditusuk dengan bambu runcing sekalipun. Ya itu lah Indonesiaku saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar